Selasa, 26 September 2017

Bicara Manusai sebagai makluk animal symbolicum



Manusai sebagai makluk animal symbolicum. A nimal symbolicum adalah makluk yang menggunakan simbol-simbol dalam berinteraksi  ( Cassiren 1987 : 41 ). Asumsi tersebut berangkat dari pendapat yang menyebutkan bahwa system simbol adalah mata rantai ketiga dari lingkaran fungsional manusia selain sistemreseptor dan system efektor. Reseptor adalah kemampuan menerima rangsangan dari luar. Efektor adalah kemampuan mereaksi rangsangan tersebut yang terdapat pada hewan ( Cassirer, 1987 : 36 ).
Simbol  tidak bersifat individual, tetapi mengalami proses persebaran (difuse) dengan melalui proses internalisasi, sosialisasi dan enkolturasi  (koentjaraningrat , 1981, 228-234) oleh pendukung kebudayaan. Proses internalisasi mayarakat/individu mengembangkan potensi diri dan tingkah laku dari lingkungan social budayanya. Proses internalisasi masyarakat atau individu lain atau suatu kelompok dengan menggunakan kode simbolik dan memahami makna serta fungsinya. Proses enkulturasi merupakan peroses “pembudayaan” dimana seorang individu mempelajari  dan menyesuaikan alam fikirnya dengan kode-kode simbolik sehingga menjadi suatu kebiasaan. Dengan proses tersebut interaksi masyarakat dengan simbol dapat berlangsung dengan lancar, simbol dan maknanya menjadi milik bersama tetapi dengan tingkat pemahaman berbeda.
Adanya pemahaman bersama terhadap simbol menjadikan simbol sebagai sarana interaksi antar anggota pendukung kebudayaannya.  Clifford Geertz (1992b : 7) berargumentasi bahwa pentingnya sosialisasi simbol tersebut karena simbol memuat sumber-sumber informasi yang bersifat intrinsik dalam dunia intersubyektif mereka . Ekpresi  psikologis yang di hasilkan saat menonton wayang merupakan penegasan adanya pemahaman bersama terhadap dunia simbolisme yang terdapat pada suatu pertunjukan wayang terutama antara penonton dengan dalang. Pemahaman bersama terhadap simbol juga dapat menjadi pembeda antara kelompok kebudayaan.
DEFINISI SIMBOL
Berdasar pada akar katanya, siml berasal dari bahasa Yunani  Sumbalo (sumballein) yang berarti berwawancara , merenungkan, memperbandingkan, bertemu, melemparkan menjadi satu, menyatukan (Daeng, 2000 : 82). Simol tersebut di perkuat dengan pendapat Mircea Eliade seorang tokoh perbandingan agama yang mendefinisikan bahwa simbol mengungkapkan aspek-aspek terdalam dari kenyataan yang tidak terjangkau oleh alat pengenalan. Hal yang ingin di tekankan di sini adalah bahwa definisi tersebut berdiri sendiri, namun mempunyai implikasi konsepsional  dan metodologis terutama dalam praktek-praktek penelitian dilapangan.
Selanjutnya adalah definisi dari Erwin Goodenough sebagai mana dikutib oleh Dilistone (2002 : 19) mendefinisikan simbol sebagai barang atau pola yang secara harfiah dalam bentuk yang diberikan.  Sejalan dengan pendapat diatas Paul Ricoer mendefinisikan simbol  sebagai expresi bermakna ganda yang makna utamanya merujuk kepada makna kedua. Sprandly mendefinisikan, definisi tersebut menekankan pada Relational theory of meaning dimana makna setiap simbol saling berhubungan.
Tipe simbol
1.   Sumerrizing Symbol  ( simbol meringkas ), simbol ini bersifat keramat menimbulkan rasa khidmat dan terkait dengan benda.
2.   Elaborating symbol ( simbol yang memperluas), yakni mempersiapkan wahana yang memisahkan ide dan perasaan menurut budaya tertentu hal ini terjadi karna tindakan yang berulang.
Definisi tersebut dapat menyelesaikan 4 hal :
1.   Simbol harus di fahami, di terjemahkan dan di interpretasi.
2.   Simbol tidak merujuk pada simbol materialnya, namun juga pesan/makna
3.   Dari definisi tersebut dapat di golongkan menjadi tiga simbol yaitu, Sistemide, tingkah laku atau nirma dan artefak.
4.   Untuk memahami simbol-simbol itu para ilmuwan menggunakan konsepnya sendiri-sendiri.

Teks dan Konteks = simbol dan makna
Simbol adalah sebuah teks yang harus dibaca dan di pahami. Teks adalah sebuah dikursus yang di bakukan dengan tulisan. Makna sebuah simbol bersifat multi vocal artinya dalam satu konteks sisial simbol memiliki suatu makna yang berbeda dalam konteks social lainnya (Saifuddin, 2005:294). Oleh karena itu agar jelas pembacaan atas makna dapat lebih spesifik simbol harus diletakkan pada sebuah konteks. Karena konteks berfungsi untuk memberikan makna yang berbeda terhadap simbol. Hal tersebut (konteks ) menjadi hal penting dalam dunia pakeliran. Peka terhadap konteks social trhadap sanggit, kondisi social, budaya  atau bahkan politik dan ekonomi.
Dunia pewayangan juga dunia simbolik, sebagian masyarakat jawa mempercayai dan memegang teguh pesan nilai dan norma yang terdapat dalam pewayangan. Masuknya unsur-unsur kontenporer yang dilakukan oleh dalang dengan memasukkan system pemerintahan , politik dan lain-lain merupakan keterkaian dengan konteks. Namun jika konteksnya diluar konteks pewayangan unsur-unsur tadi hanya menunjukkan bentuk materialnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar