Manusai
sebagai makluk animal symbolicum. A nimal symbolicum adalah makluk yang
menggunakan simbol-simbol dalam berinteraksi
( Cassiren 1987 : 41 ). Asumsi tersebut berangkat dari pendapat yang
menyebutkan bahwa system simbol adalah mata rantai ketiga dari lingkaran
fungsional manusia selain sistemreseptor dan system efektor. Reseptor adalah
kemampuan menerima rangsangan dari luar. Efektor adalah kemampuan mereaksi
rangsangan tersebut yang terdapat pada hewan ( Cassirer, 1987 : 36 ).
Simbol tidak bersifat individual, tetapi mengalami
proses persebaran (difuse) dengan melalui proses internalisasi, sosialisasi dan
enkolturasi (koentjaraningrat , 1981,
228-234) oleh pendukung kebudayaan. Proses internalisasi mayarakat/individu mengembangkan
potensi diri dan tingkah laku dari lingkungan social budayanya. Proses
internalisasi masyarakat atau individu lain atau suatu kelompok dengan
menggunakan kode simbolik dan memahami makna serta fungsinya. Proses
enkulturasi merupakan peroses “pembudayaan” dimana seorang individu
mempelajari dan menyesuaikan alam
fikirnya dengan kode-kode simbolik sehingga menjadi suatu kebiasaan. Dengan
proses tersebut interaksi masyarakat dengan simbol dapat berlangsung dengan
lancar, simbol dan maknanya menjadi milik bersama tetapi dengan tingkat
pemahaman berbeda.
Adanya
pemahaman bersama terhadap simbol menjadikan simbol sebagai sarana interaksi
antar anggota pendukung kebudayaannya.
Clifford Geertz (1992b : 7) berargumentasi bahwa pentingnya sosialisasi
simbol tersebut karena simbol memuat sumber-sumber informasi yang bersifat
intrinsik dalam dunia intersubyektif mereka . Ekpresi psikologis yang di hasilkan saat menonton
wayang merupakan penegasan adanya pemahaman bersama terhadap dunia simbolisme
yang terdapat pada suatu pertunjukan wayang terutama antara penonton dengan
dalang. Pemahaman bersama terhadap simbol juga dapat menjadi pembeda antara
kelompok kebudayaan.
DEFINISI
SIMBOL
Berdasar
pada akar katanya, siml berasal dari bahasa Yunani Sumbalo
(sumballein) yang berarti berwawancara , merenungkan, memperbandingkan,
bertemu, melemparkan menjadi satu, menyatukan (Daeng, 2000 : 82). Simol
tersebut di perkuat dengan pendapat Mircea Eliade seorang tokoh perbandingan
agama yang mendefinisikan bahwa simbol mengungkapkan aspek-aspek terdalam dari
kenyataan yang tidak terjangkau oleh alat pengenalan. Hal yang ingin di
tekankan di sini adalah bahwa definisi tersebut berdiri sendiri, namun
mempunyai implikasi konsepsional dan
metodologis terutama dalam praktek-praktek penelitian dilapangan.
Selanjutnya
adalah definisi dari Erwin Goodenough sebagai mana dikutib oleh Dilistone (2002
: 19) mendefinisikan simbol sebagai barang atau pola yang secara harfiah dalam
bentuk yang diberikan. Sejalan dengan
pendapat diatas Paul Ricoer mendefinisikan simbol sebagai expresi bermakna ganda yang makna
utamanya merujuk kepada makna kedua. Sprandly mendefinisikan, definisi tersebut
menekankan pada Relational theory of meaning dimana makna setiap simbol saling
berhubungan.
Tipe
simbol
1.
Sumerrizing Symbol ( simbol meringkas ), simbol ini bersifat
keramat menimbulkan rasa khidmat dan terkait dengan benda.
2.
Elaborating symbol ( simbol yang
memperluas), yakni mempersiapkan wahana yang memisahkan ide dan perasaan
menurut budaya tertentu hal ini terjadi karna tindakan yang berulang.
Definisi
tersebut dapat menyelesaikan 4 hal :
1.
Simbol harus di fahami, di terjemahkan
dan di interpretasi.
2.
Simbol tidak merujuk pada simbol
materialnya, namun juga pesan/makna
3.
Dari definisi tersebut dapat di
golongkan menjadi tiga simbol yaitu, Sistemide, tingkah laku atau nirma dan
artefak.
4.
Untuk memahami simbol-simbol itu para
ilmuwan menggunakan konsepnya sendiri-sendiri.
Teks dan Konteks =
simbol dan makna
Simbol
adalah sebuah teks yang harus dibaca dan di pahami. Teks adalah sebuah dikursus
yang di bakukan dengan tulisan. Makna sebuah simbol bersifat multi vocal
artinya dalam satu konteks sisial simbol memiliki suatu makna yang berbeda
dalam konteks social lainnya (Saifuddin, 2005:294). Oleh karena itu agar jelas
pembacaan atas makna dapat lebih spesifik simbol harus diletakkan pada sebuah
konteks. Karena konteks berfungsi untuk memberikan makna yang berbeda terhadap
simbol. Hal tersebut (konteks ) menjadi hal penting dalam dunia pakeliran. Peka
terhadap konteks social trhadap sanggit, kondisi social, budaya atau bahkan politik dan ekonomi.
Dunia pewayangan juga
dunia simbolik, sebagian masyarakat jawa mempercayai dan memegang teguh pesan
nilai dan norma yang terdapat dalam pewayangan. Masuknya unsur-unsur
kontenporer yang dilakukan oleh dalang dengan memasukkan system pemerintahan ,
politik dan lain-lain merupakan keterkaian dengan konteks. Namun jika
konteksnya diluar konteks pewayangan unsur-unsur tadi hanya menunjukkan bentuk
materialnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar